[Film Review] Belajar dari "Sokola Rimba"

Butet (Prisia Nasution) sedang mengajar suku Rimba

Sudah lama saya tidak menonton film indonesia di bioskop. dan hari ini secara tidak sengaja, saya bersama kekasih berkesempatan untuk menonton film yang diadaptasi dari novel yang berjudul “Sokola Rimba” karya Butet Manurung yang diinspirasi dari kejadian nyata


FIlm karya sutradara Riri Riza ini sekali lagi menyentuh di hati saya, setelah film “Laskar Pelangi" dulu. “Sokola Rimba” bercerita tentang Butet Manurung (Prisa Nasution) yang mengajar suku anak dalam, yang tinggal di hulu sungai Makekal, Hutan Bukit DuaBelas. Jambi. Butet mengajar suku Rimba tersebut membaca dan berhitung, sampai suatu hari dirinya bertemu dengan Bungo, anak yang tinggal di hilir sungai Makekal. Bungo ingin belajar membaca dan menulis agar dirinya dan sukunya tidak dibodohi lagi oleh orang luar yang ingin menebang pohon di hutan tersebut, yang notabene adalah para transmigran yang membuka perkebunan kelapa sawit di tempat tersebut.

Butet (Prisia Nasution) bersama anak-anak Rimba
Sikap Bungo yang ingin belajar membaca untuk keberlangsungan hidup sukunya tersebut menarik bagi saya, karena dari anak suku Rimba tersebut kita menjadi tahu arti belajar sesungguhnya. Segala sesuatu yang kita lakukan pasti ada tujuan dan motivasinya, motivasi dan tujuan belajar setiap individu pun tidak selalu sama. Belajar merupakan kewajiban kita sebagai manusia, pepatah arab menyebutkan "Utlubil ilma minal mahdi ila allahdi” yang artinya menuntutlah ilmu dari lahir sampai ke liang lahat, bahkan ayat pertama yang diturunkan Allah S.W.T kepada baginda Rasulullah S.A.W juga merupakan perintah untuk membaca (dalam arti yang luas dapat diartikan untuk belajar) karena sebelumnya Rasulullah S.A.W tidak bisa membaca alias buta huruf. Dalam dunia yang modern ini banyak orang yang berlomba-lomba untuk mendapatkan gelar tertinggi dalam pendidikan akademis, hal tersebut memang tidak salah mengingat realita yang ada yaitu tingginya gaji dipengaruhi oleh tingginya pendidikan. Belajar -dalam arti yang luas- merupakan proses yang tiada henti, menurut saya pribadi hakikat sebenarnya dari belajar ialah bagaimana agar diri kita bisa bermanfaat untuk orang-orang disekitar kita, saya selalu kagum terhadap guru, melalui tangannya lah orang-orang pintar lahir, bukan hanya guru dalam arti sesungguhnya, tetapi orang yang selalu mengajarkan kepada kita tentang hal yang baru juga bisa disebut guru. Tidak perlu memperlihatkan diri agar terkenal di mata orang lain, tetapi orang lain tersebutlah yang akan membuat kita dikenal oleh orang lain.

Bungo dan anak-anak Rimba lainnya belajar demi keberlangsungan hidupnya, agar sukunya dapat beradaptasi dengan kemajuan industri yang banyak membangun pabrik-pabrik kapitalis dan menghancurkan hutan yang menjadi penyeimbang ekosistem, kepeduliannya akan alam sangat ironis dengan pikiran manusia berpendidikan tinggi tapi bermental kapitalis. Sosok Butet Manurung adalah sosok yang perlu kita kagumi, tanpa pamrih mengajar di suku pedalaman yang jauh akan teknologi modern, dan dengan sabar berjuang demi keberlangsungan suku asli Indonesia agar tidak punah tertelan arus modernisasi. Memberi tanpa mengharap pamrih, mengajar dengan cinta agar ikhlas adalah pelajaran yang saya dapat dari film ini. 

Sekarang "Sokola Rimba" telah berkembang menjadi organisasi yang bergerak di bidang pendidikan orang-orang yang termarjinalkan, dengan metode pembelajaran cepat untuk berhitung dan membaca. Terkenal dengan "School for Life".

Butet Manurung yang asli ketika berpose dengan orang Rimba


Kos-kosan Ngadiwinatan Rabu, 4-Desember-2013 pukul 20.33 

Comments

Popular Posts