Saatnya Memperbaiki Niat
Perkembangan teknologi informasi yang kian pesat ditambah dengan globalisasi yang kian intens membuat kesadaran masyarakat akan kesehatan menjadi bertambah. Tak heran dalam 2 tahun terakhir ini kita kerap melihat beberapa orang yang memiliki berat badan berlebih melakukan olahraga baik di dalam ruangan maupun di tempat umum. Bermacam-macam jenis olahraga pun banyak yang mengalami peningkatan anggota secara signifikan, baik yang mewajibkan anggotanya untuk membayar (fitness gym, thai boxing, pilates, aerobik, dsb) sampai yang jenis olahraga yang berbasis komunitas dan tidak berbayar (street workout, parkour, indo runner dsb). Motivasi berolahraga tersebut juga diinspirasi oleh para publik figur yang mulai konsen terhadap bentuk tubuh proporsional & ideal -menurut Amerika tentunya-. Agnes Monica, Andien, Deddy Corbuzier merupakan contoh kecil publik figur yang memiliki obsesi dengan tubuh yang fit berotot perut sixpack dan masih banyak lagi contoh yang kita temukan di media sosial seperti instagram, facebook, youtube tentang bagaimana cara membentuk tubuh yang bagus + diet pengaturan makan yang mendukung program transisi lemak menjadi otot tersebut. Yang menjadi pembahasan tulisan saya kali ini -berasal dari pengamatan pribadi- apa sih sebenarnya tujuan kita memiliki tubuh kekar dengan otot perut yang sixpack ?
Tentu jawaban setiap individu akan berbeda karena hal tersebut menyangkut dengan motivasi yang bersifat subyektif, tetapi yang saya tangkap dalam pikiran saya berbeda karena mayoritas orang menjadikan tubuh proporsional dan perut sixpack or eightpack maybe sebagai tujuan, bukan sebagai hasil dari latihan keras. Kita ambil contoh, si A bercita-cita memiliki badan seperti Hugh Jackman untuk mewujudkannya dia berlatih keras dan rutin tidak lupa diet ketat dan juga suplemen tambahan apabila diperlukan, sedangkan si B ingin menjadikan olahraga sebagai sarana untuk memaksimalkan fungsi tubuhnya dan makan-makanan sehat sebagai pola hidupnya dan setelah latihan beberapa lama si B ternyata memiliki badan yang kekar dan perut sixpack sebagai bonusnya. Dua kisah tersebut menunjukkan motivasi dan cara tempuh yang berbeda tetapi hasilnya satu yaitu munculnya perut sixpack dan badan yang proporsional. Tetapi, apabila kita pahami lebih dalam kedua kisah tersebut menghasilkan output yang berbeda pula -selain konteks badan proporsional-, si A dengan menjadikan badan proporsional sebagai hasil akhir lebih banyak berpotensi mengalami stress, latihan keras yang rutin dengan patokan jam, diet ketat yang menyusahkan -terkadang menguras isi dompet (mahasiswa)- tidak lupa kebiasaan sering mengaca yang meningkat merupakan sedikit dari penyebab stress menghinggap, mayoritas orang menganggap pembentukan tubuh yang fit tersebut dapat diperoleh dengan waktu yang singkat dilihat dari banyaknya video tutorial semacam "how to 6 pack in 5 minutes" beredar di youtube padahal tidak semua jenis latihan dan pola diet sesuai untuk setiap orang, hasilnya adalah akibat niatnya tidak dibarengi dengan disiplin dan konsistensi akhirnya bukan perasaan senang -akibat hormon endorphin- yang diperoleh setelah olahraga tetapi stress berlebih akibat badannya yang tidak kunjung menghasilkan perubahan. Nah, dari kasus seperti itulah manfaat olahraga menjadi tidak maksimal. Selain itu bagi mereka yang berhasil memperoleh tubuh yang keren, potensi pamer yang dimilikinya cenderung meningkat, dengan memosting tubuh dengan pakaian yang memerlihatkan lekuk tubuh dan otot perut sixpack nya dengan niat memotivasi orang lain dengan proporsi 8:2 salam skala 10 yaitu 8 untuk foto dirinya dengan perut kerennya dan 2 untuk jenis makanan dan pola latihan yang dilakukan. -menurut saya- cara memotivasi paling bagus adalah memperlihatkan pola latihan lebih banyak daripada sekedar foto didepan cermin dengan kaos bagian bawah diangkat untuk memperlihatkan otot perutnya yang entah berapa pack tersebut.
Bandingkan dengan si B yang menjadikan tubuh proporsional sebagai bonus setelah dirinya berolahraga dan berlatih sedemikian rupa demi memaksimalkan fungsi tubuhnya, tentu rasa stress jauh dari dirinya karena motivasi terdalamnya adalah agar tubuhnya berfungsi semaksimal mungkin + sebagai rasa syukur kepada Allah yang telah dengan sempurna memberikan anggota tubuh tersebut. Targetnya adalah progress kemampuan tubuh bukan bentuk tubuh. Otomatis, dengan menjadikan olahraga dan diet sebagai pola hidup tanpa goal membentuk badan secara tidak langsung kita akan menjadikan hal tersebut sebagai kebiasaan -seperti kebiasaan makan dengan tangan kanan- dan tubuh fit pun tidak mustahil untuk diperoleh -karena latihan-. "sicpack yo alhamdulillah, ga sixpack yo rapopo, aku tujuane bedo og" kata si B.
So, pilihan jatuh pada diri kita sendiri untuk memilih mana yang paling tepat buat kita, karena menurut Abraham Maslow dalam teori kebutuhan yang digambarkan dalam hirarki kebutuhannya, manusia memiliki kebutuhan akan penghargaan (pujian, hadiah dsb) yang harus dipenuhi. yang penting adalah bagaimana kita sebisa mungkin menghilangkan rasa sombong -termasuk pamer- karena sombong-lah yang membuat iblis diusir dari surga.
"menjadi lebih baik itu KEWAJIBAN, merasa lebih baik itu PENYAKIT (K.H Hasan Abdullah Sahal-pimpinan Pondok Modern Darussalam, Gontor)"
Comments
Post a Comment