Parkour PRO athlete?


Ryan Doyle at Red Bull
"Parkour pro athlete" istilah yang kerap mengusik pikiran saya akhir-akhir ini, karena banyak praktisi parkour/freeruning dalam biografi maupun deskripsi videonya menyebutkan bahwa dirinya adalah atlit profesional.

Sebelumnya kita akan membahas apa arti kata "profesional" dalam dunia olahraga secara umum, dalam dunia olahraga secara universal, pencapaian prestasi dapat ditempuh melalui 2 jalur, amateur dan professional. Dari segi harfiah arti kata amateur/amatir dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah kegiatan yang dilakukan atas dasar kesenangan & bukan untuk mencari penghasilan. Sedangkan, professional/profesional sesuai dengan kata dasarnya yaitu "profesi" merupakan kegiatan yang mengharuskan adanya pembayaran didalamnya dengan kata lain seorang atlit profesional melakukan olahraga sebagai pekerjaan utama mereka dalam mencari nafkah.

Di Indonesia definisi tersebut sesuai dengan batasan yang tertera di dalam undang-undang No. 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) yang menyebutkan bahwa olahraga amatir merupakan olahraga yang dilakukan atas dasar kecintaan atau kegemaran berolahraga, sedangkan olahraga profesional merupakan olahraga yang dilakukan untuk memperoleh pendapatan dalam bentuk uang maupun bentuk lainnya yang terdapat pada pasal 1 UU tersebut.

Dari segi tujuan, olahraga amatir bertujuan membimbing atlit untuk mencapai posisi tertinggi dan prestasi yang maksimal. Sedangkan, olahraga profesional lebih bertujuan komersil dengan mengedepankan unsur hiburan di dalamnya dan penonton merupakan aspek terpenting dalam olahraga profesional.

Pada era kapitalisme saat ini olahraga profesional telah menjadi bagian dalam sebuah industri menggiurkan yang menghasilkan uang jutaan dollar, contohnya sepak bola, tenis, golf, basket, tinju dan lain sebagainya. Maka tidak mengherankan apabila kita menyebut Cristiano Ronaldo maupun Lionel Messi sebagai atlit profesional karena selain bermain sepakbola, mereka juga mewakili 2 raksasa produsen penyedia peralatan olahraga NIKE dan ADIDAS.

Dalam konteks dunia "Parkour/Freeruning", kita dapat menemukan beberapa atlit profesional yang disponsori oleh RED BULL (Jason Paul, Ryan Doyle, dan Mohammad Al Attar) yang dapat kita simpulkan bahwa parkour/freeruning merupakan pekerjaan utama mereka untuk mendapatkan uang, maka tidak mengherankan banyak praktisi yang berlomba-lomba ingin menjadi atlit profesional seperti mereka karena anggapan umum "kalo disponsori kan enak, kita kerja sesuai dengan hobi kita (parkour/freeruning) jadi ga bakal bosen, bisa traveling gratis lagi" TAPI tunggu dulu, menjadi atlit profesional berarti harus menandatangani kontrak yang didalamnya terdapat aturan dengan pihak yang mensposorinya. Jadwal kompetisi yang intens, hidup yang monoton, dan latihan trik yang keras demi memuaskan penonton dapat menghilangkan aspek "the fun out of enjoying" olahraga maupun disiplin seperti yang terlihat dari perspekstif amatir. Walaupun praktisi amatir dan profesional memiliki beberapa persamaan dalam kecintaannya terhadap suatu olahraga, tetapi kebohongan terbesar terdapat dalam fakta bahwa menjadi seorang profesional dapat mengangkat/menghancurkan karir mereka, dengan intensnya waktu mereka berolahraga maka resiko cedera akan semakin besar, ketika cedera mereka sangat parah akan memungkinkan atlit tersebut berhenti dari olahraga yang disukainya. Sehingga parkour/freeruning tidak lagi memiliki arti the School of Life seperti yang dikatakan oleh Stephane Vigroux (Parkour Generation), tidak seperti kata Daniel Ilabaca agar kita menikmati apa yang kita lakukan sekarang (lihat video choose not to fall) dan hal tersebut tidak sesuai dengan filosofi dasar parkour yang mengajarkan kita untuk sabar dengan progress kita agar kita dapat melakukan kegiatan bahkan sampai tua, seperti David Belle dan Sebastien Foucan sebagai founder yang tetap fit dalam berparkour/freeruning di usia mereka yang menginjak 40 tahunan.

Istilah "Parkour Pro Athlete" secara tidak langsung membangun kesenjangan antara para praktisi yang dianggap (menganggap) dirinya profesional tersebut dengan praktisi yang baru belajar, sehingga tidak mengherankan kalau kita melihat para praktisi tersebut berkelompok secara berbeda di setiap gathering, yang *merasa* pro berkumpul dengan kelompok mereka sesama pro, sedangkan para praktisi baru minder untuk mendekati, karena kemampuan mereka belum setara dengan para atlit pro tersebut. Kompetisi terselubung gathering pun tidak dapat dihindari, setiap praktisi ingin membuktikan bahwa dirinya lebih hebat dari yang lain, bukan sharing ilmu dan cara latihan lagi yang diperlihatkan, para praktisi baru hanya bisa berdecak kagum melihat para pro bergerak dengan tekniknya yang luar biasa. Sedangkan, para pro sibuk terlena dalam kompetisi terselubung berbasis gathering tersebut, tidak mengherankan apabila saat ini kita melihat proporsi yang berbeda dalam video gathering yang diungguh di situs youtube. Proporsi yang berbeda antara dokumentasi acara dengan tiap atlit pro terkenal yang menunjukkan kehebatannya.

Di Indonesia sendiri parkour masuk kedalam kategori olahraga rekreasi, hal tersebut terbukti dengan keterlibatan Parkour Indonesia dalam Forum Olahraga Rekreasi Nasional yang diadakan pada tahun 2011 di Senayan, Jakarta. Olahraga rekreasi merupakan olahraga yang dilakukan pada waktu senggang atau waktu-waktu luang dan istilah tersebut sesuai dengan realita yang terjadi pada praktisi parkour/freeruning pada umumnya, karena parkour/freeruning terkadang menjadi alat untuk melampiaskan diri akibat rutinitas monoton yang menjajah kita, sehingga tidak mengherankan kalau dalam video-video parkour/freeruning yang kita lihat akan selalu menonjolkan unsur fun, free & express myself. Dengan campur tangan sponsor, apakah para atlit profesional itu benar-benar merasakan ketiga unsur tersebut? karena kita tahu bahwa ketika ada pihak ketiga yang masuk kedalam kehidupan kita, maka kehidupan kita secara tidak langsung akan mengikuti alur yang mengharuskan kita untuk mengikuti pihak yang berkepentingan tersebut. Sebut saja ketika para atlit parkour profesional yang notabene sebagai orang yang *harusnya* memiliki gaya hidup sehat disponsori oleh Red Bull  yang kita tahu merupakan minuman berenergi yang tidak baik untuk kesehatan tubuh (baca "Demand Transparency from Monster, Red Bull, and Energy Drinks" ), dengan adanya atlit parkour yang mereka sponsori otomatis akan meningkatkan penjualan produknya, mengingat parkour/freeruning merupakan disiplin yang tengah populer di masyarakat dan di kalangan remaja khususnya.

Jadi, menurut saya istilah "Parkour Pro Athlete" tidak cocok dipakai dalam parkour/freeruning, karna parkour merupakan olahraga urban yang mengedepankan independensi, kebebasan berkespresi, dan kesenangan di dalamnya. Profesional tidak berarti orang tersebut lebih lama berlatih dari kita walaupun terkadang memang sang profesional tersebut lebih memiliki pengalaman daripada kita, orang yang lebih lama latihan lebih cocok disebut senior, tetapi senioritas di parkour/freeruning bukanlah hal yang terlalu dipermasalahkan karena pada dasarnya para praktisinya berlatih bersama  , yang membedakan hanya porsi latihan tiap praktisi dan itulah mengapa penggiat disiplin ini  lebih suka disebut "praktisi (Parkour Practitioner)" daripada kesan formal yang terdapat dalam istilah "atlit/athlete".



Related Searches






Comments

Popular Posts